Posts Tagged ‘Hina Kelana’

Hina Kelana: Bab 102. Lenghou Tiong Dilarang Menjabat Ciangbunjin Hing-san-pay oleh Co Leng-tan

14/09/2009

Karena menduga takkan kedatangan tamu, maka para murid juga tidak menyiapkan tempat pondokan dan makanan bagi tetamu. Mereka cuma sibuk menggosok lantai, mengapur dinding, dan bikin pembersihan di mana perlu. Masing-masing anak murid itu pun membuat baju dan sepatu baru. The Oh dan lain-lain juga membuatkan suatu setel jubah hijau bagi Lenghou Tiong untuk dipakai pada hari upacara nanti. (more…)

Hina Kelana: Bab 103. Seksi Istimewa Hing-san-pay

14/09/2009

Lenghou Tiong lantas menyambung, “Jika kalian mau menjadi anggota Hing-san-pay, ya boleh juga. Cuma kalian tidak perlu mengangkat guru segala, cukup dianggap sudah menjadi anggota. Untuk selanjutnya Hing-san-pay boleh mengadakan suatu… eeh suatu… suatu ’seksi istimewa’. Kukira Thong-goan-kok di sebelah sana adalah suatu tempat tinggal yang baik bagi kalian.” (more…)

Hina Kelana: Bab 104. Asal Usul Pi-sia-kiam-hoat

14/09/2009

“Kalau dipikir menurut ceritamu, agaknya kesepuluh gembong Mo-kau itu masuk perangkap Ngo-gak-kiam-pay, mereka terpancing ke dalam gua sehingga tidak mampu lolos,” kata Hong-ting.

“Ya, Wanpwe juga berpikir demikian,” jawab Lenghou Tiong. “Dari sebab itu gembong-gembong Mo-kau itu merasa penasaran, lalu mereka mengukir tulisan untuk mencaci maki Ngo-gak-kiam-pay serta melukiskan jurus-jurus ilmu silat mereka yang telah mengalahkan ilmu pedang Ngo-gak-kiam-hoat agar diketahui angkatan yang akan datang, supaya angkatan berikutnya mengetahui kematian mereka itu bukan kalah tanding, tapi terjebak oleh tipu muslihat musuh. Hanya saja di samping beberapa tulang itu terdapat pula beberapa batang pedang yang jelas adalah senjata dari pihak Ngo-gak-kiam-pay.” (more…)

Hina Kelana: Bab 105. Lolos dari Lubang Jarum

14/09/2009

“Jangan kau mengaco-belo tak keruan,” bentak Ing-ing. “Ini, Tiat-bok-leng (kayu besi tanda pengenal) Kaucu berada padaku. Menurut perintah Kaucu, Kah Po telah mengadakan persekutuan jahat, hendaklah setiap anggota segera menangkap dan membunuhnya bila melihatnya, untuk mana hadiah disediakan.”

Habis berkata ia terus acungkan tangannya tinggi-tinggi, benar juga sepotong kayu hitam yang dikenal sebagai Tiat-bok-leng memang betul dia pegang.

Kah Po menjadi gusar dan segera memberi aba-aba, “Lepas panah!” (more…)

Hina Kelana: Bab 106. Lenghou Tiong Ikut Menyerang ke Markas Mo-kau

14/09/2009

Ing-ing menjadi geli sendiri dan menutup mulutnya supaya tidak mengeluarkan suara tertawa.

“Bagaimana pendapatmu agar kita dapat naik ke Hek-bok-keh dengan lancar?” tanya Yim Ngo-heng.

“Tentu Kaucu sudah punya rencana dan perhitungan yang bagus, di hadapan Kaucu mana hamba berani ikut bicara?” jawab Siangkoan In.

“Apakah di waktu Tonghong Put-pay mengadakan perundingan urusan penting juga tiada seorang pun yang berani angkat bicara?” tanya Yim Ngo-heng. (more…)

Hina Kelana: Bab 107. Rahasia Pribadi Tonghong Put-pay

14/09/2009

“Ngaco-belo!” bentak Nyo Lian-ting. “Berlututlah kau!”

Dua dayang segera menendang belakang dengkul Tong Pek-him untuk memaksanya tekuk lutut. Tapi mendadak terdengar suara jeritan dua kali, kedua dayang itu terpental sendiri ke belakang dengan tulang kaki patah dan muntah darah. Sungguh hebat lwekang Tong Pek-him itu.

“Tonghong-hengte, aku ingin mendengar satu patah katamu saja, habis itu mati pun aku rela,” seru Tong Pek-him pula. “Sudah lebih tiga tahunan kau tidak pernah bersua, para saudara dalam agama sudah sama curiga.” (more…)

Hina Kelana: Bab 108. Yim Ngo-heng Menjadi Kaucu Lagi

14/09/2009

“Yim-kaucu,” kata Tonghong Put-pay pula, “segala macam kebaikanmu padaku selamanya takkan kulupakan. Tadinya aku cuma seorang hiangcu, termasuk bawahan Tong-toako, tapi engkau menaruh perhatian padaku dan berulang-ulang memberi kenaikan pangkat padaku, sampai-sampai pusaka kita seperti Kui-hoa-po-tian juga kau wariskan padaku dan menunjuk diriku sebagai penggantimu kelak. Semua budi kebaikan ini takkan kulupakan selama hidup.”

Lenghou Tiong melirik sekejap ke arah mayat Tong Pek-him, pikirnya, “Tadi kau terus-menerus memuji kebaikan orang tua ini padamu, tapi mendadak kau membinasakannya. Sekarang kau hendak mengulangi kelicikanmu pada Yim-kaucu, masakah beliau dapat kau tipu?” (more…)

Hina Kelana: Bab 109. Antara Guru Dogol dan Murid Istimewa

13/09/2009

“Dahulu itu kan terpaksa, apalagi lantaran itu telah timbul banyak omongan-omongan iseng,” kata Ing-ing. “Tadi Ayah mengatakan aku… aku hanya memikirkan kau dan tidak mau ayah lagi, kalau sekarang aku benar ikut pergi bersama kau tentu Ayah tambah marah. Setelah mengalami penderitaan-penderitaan selama belasan tahun agaknya watak Ayah rada-rada berubah aneh, kupikir harus menjaganya dengan baik-baik dan tidak tega berpisah dengan beliau. Asalkan hatimu tidak berubah, selanjutnya waktu berkumpul kita kan masih panjang?”

Kata-kata terakhir itu diucapkan dengan lirih sehingga hampir-hampir tak terdengar. Kebetulan waktu itu segumpal mega putih melayang tiba sehingga mereka seperti terbungkus di dalam awan. Meski mereka duduk bersanding, namun tampaknya hanya remang-remang, jarak keduanya seperti sangat jauh.

Setiba di bawah tebing dan keluar dari keranjang bambu, dengan suara berat Ing-ing bertanya, “Apakah kau akan terus berangkat?” (more…)

Hina Kelana: Bab 110. Di Tengah Perebutan Bengcu yang Kacau

13/09/2009

Mendengar cerita yang tidak masuk di akal itu, Lenghou Tiong menjadi geli dan terheran-heran. Katanya, “Masakah bisa terjadi begitu? Wah, Thayhwesio ini benar-benar lucu dan aneh.”

“Tapi lelucon yang tidak lucu bagiku,” ujar Dian Pek-kong dengan menyengir. “Keruan waktu itu aku kesakitan setengah mati. Hampir-hampir aku jatuh kelengar. Aku mencaci maki dia, ‘Keledai gundul bangsat, kalau mau bunuh lekas bunuh saja diriku, kenapa kau menyiksa aku secara begini keji?’” (more…)

Hina Kelana: Bab 111. Pertumpahan Darah di Puncak Ko-san

13/09/2009

Dengan suara lantang Co Leng-tan lantas membuka suara, “Hari ini adalah pertemuan Ngo-gak-kiam-pay kami, atas kunjungan para kawan bu-lim yang meluap ini, sungguh di luar dugaan dan terimalah rasa terima kasih kami. Hanya saja kalau ada kekurangan penyambutan dan pelayanan, harap para hadirin sudi memberi maaf.”

“Sudahlah, tak perlu pakai sungkan-sungkan segala, soalnya sekarang orang terlalu banyak, tapi tempatnya sempit,” seru orang banyak. (more…)